Selasa, 31 Desember 2013

Tujuh Kiat Editor Meningkatkan Profesionalitasnya



Oleh: Bambang Trim (Komporis Buku Indonesia)

23 November 2012

Tanggal 21 November 2012, di Ruang Anggrek, Indonesia Book Fair 2012 meski kalah hangat dengan panggung utama yang menghadirkan Menteri BUMN Dahlan Iskan, tetap saja dipenuhi para editor berjumlah 45 orang. Sore itu pukul 15.30,  Seminar Profesionalitas Editor pun dimulai dengan menghadirkan R. Masri Sareb Putra dan Bambang Trim. Di sela-sela acara sempat diselingi informasi tentang ekosistem digital yang disampaikan Bapak Achmad Sugiarto, Executive GM Divisi Multimedia PT Telkom.

Masri Sareb yang dulu pernah melakoni karier sebagai manajer promosi di Grasindo (Grup Gramedia) dan managing editor Penerbit Indeks memaparkan pengalaman-pengalamannya sebagai editor, sekaligus juga sebagai penulis. Ia pun mengungkapkan perbandingan karier editor di negara yang lebih maju serta juga penghasilan para editor yang dianggap wah untuk ukuran Indonesia.

Sungguh eksistensi editor buku di Indonesia memang sudah diakui, tetapi dari sisi kompensasi untuk profesi ini masihlah tergolong rendah. Sebagai perbandingan, Malaysia memberikan kompensasi sekitar 2.000 ringgit untuk para editor yang fresh graduate. Di Filipina, editor bahkan diisi mereka yang berpendidikan master ataupun doktor dan tentunya juga dengan penghargaan kompensasi yang tinggi.

“Jika sebuah buku dianggap bagus, penulislah yang paling pertama dielu-elukan. Jika sebuah buku dianggap buruk, editorlah yang paling pertama dikeluhkan.”


Posisi editor memang posisi yang penuh tekanan. Hasil karyanya sangat diharapkan baik oleh penerbit, penulis, dan juga pembaca. Ia menjadi salah satu mata rantai penting dalam alur penerbitan sebuah buku. Untuk itu, editor pun dituntut benar-benar profesional.

Saya sendiri memaparkan berbagai upaya editor dapat meningkatkan profesionalitasnya yang ujungnya dapat meningkatkan posisi tawarnya bagi konstituennya, yaitu penerbit, penulis, dan pembaca. Berikut adalah Tujuh Kiat Editor Meningkatkan Profesionalitasnya.

1.      Editor harus memperdalam pengetahuan kebahasaan serta meningkatkan keterampilan berbahasa tulis, terutama penggunaan bahasa Indonesia standar (baku). Pengetahuan dan keterampilan kebahasaan adalah kunci untuk menata bahasa tulis.
2.      Editor harus memahami jenjang karier dan berbagai jenis editor untuk memosisikan dirinya dan merencanakan kariernya di bidang editorial. Ada banyak pilihan, misalnya menjadi copy editor, lalu berlanjut pada acquisition editor atau development editor hingga posisi puncak sebagai chief editor.
3.      Editor harus mengenal ilmu desain komunikasi visual (DKV) untuk meluaskan pengetahuan di bidang pengemasan naskah dalam hal tata letak, desain kover, serta desain kemasan secara keseluruhan.
4.      Editor harus menguasai satu spesialisasi agar memperkuat positioning-nya, misalnya spesialisasi buku anak, spesialisasi buku religi Islam, spesialisasi buku sains, atau spesialisasi buku biografi (faksi).
5.      Editor harus mahir berselancar di dunia maya dan menguasai berbagai jejaring media sosial untuk memudahkan pekerjaannya sembari meluaskan wawasannya. Pendeknya, editor harus akrab dengan teknologi tinggi dan dilarang gaptek. Sesi yang diisi Bapak Sugiarto misalnya mengenalkan soal e-book store Qbaca yang juga diposisikan sebagai ekosistem digital Indonesia. Editor harus menangkap informasi ini dan memainkan peranannya dalam pengembangan produk-produk penerbitan digital pada masa depan. Dalam hubungannya ini juga editor harus sadar pasar dan mampu menjadi book publiscist untuk buku-buku yang dieditnya.
6.      Editor perlu menghargai dirinya sendiri dengan meningkatkan akurasi serta kecepatan editingnya hingga kemudian dapat menentukan seberapa layak ia dibayar dengan tarif editing per kata atau per halaman. Editor tidak perlu sungkan mencantumkan namanya di halaman copyright (nama asli) sebagai portofolio karyanya yang patut dihargai.
7.      Editor harus mampu menulis. Inilah sebenarnya kunci posisi tawar editor ketika mereka juga mampu menulis buku dengan baik; mengikuti sayembara penulisan dan menjadi juara; produktif menghasilkan berbagai tulisan. Faktanya banyak editor yang kemudian mampu mengembangkan dirinya karena mereka mampu menulis dengan baik sehingga kemudian mereka pun menerima benefit lain dari pekerjaannya.

Suatu hal yang menarik dan mengemuka adalah bagaimana editor bisa kaya dari profesinya. Memang ini sebuah tantangan karena jalan menuju kebebasan finansial bagi seorang editor sebenarnya terbuka luas karena ia memiliki akses informasi ke banyak sumber informasi serta memiliki jejaring yang kuat. Tinggal bagaimana ia mau memanfaatkannya. Editor profesional dengan ide-ide brilian tentu akan menjadi incaran para penerbit, bahkan bukan tidak mungkin kemudian diserahi tanggung jawab sebagai direktur penerbit, seperti yang pernah terjadi pada diri saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar