Oleh:
Bambang Trim
3
Agustus 2013
Benarkah
editor juga bekerja dengan intuisi? Intuisi dalam KBBI diartikan daya atau
kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari;
bisikan hati; gerak hati. Jadi, memang ada editor yang bekerja mengandalkan
daya seperti ini atau dalam istilah Malcolm Gladwell disebut BLINK.
Desakan
tenggat yang ketat memang terkadang memaksa editor harus meningkatkan kecepatan
pengeditannya–termasuk kecepatan mengambil keputusan. Kecepatan dan ketepatan
tentulah tumbuh dari kebiasaan dan perlatihan yang terus-menerus. Contoh paling
gamblang, ada editor dalam sekali baca dapat langsung menemukan kata-kata yang
tidak baku atau kalimat yang rancu. Hal itu tentu memperlihatkan tingkat
keterampilan yang sudah di atas rata-rata.
Sepengalaman
saya sebagai editor sejak 1995 memang menegaskan bahwa daya intuisi akhirnya
timbul, bahkan cenderung diperlukan untuk memudahkan tugas editor alih-alih
mempercepat pekerjaannya. Daya itu berangsur-angsur memang menguat seiring
dengan berbagai tugas yang dibebankan kepada editor dan ia belajar dari
multitugas tersebut. Karena itu, seorang editor sudah dapat disebut sebagai
editor madya atau mendapatkan sebutan penuh sebagai editor apabila ia telah
memiliki “jam terbang” antara 3 s.d. 5 tahun dalam bidang editing.
Ketika
editor dituntut untuk mengerjakan multitugas, sebenarnya ia tengah melatihkan
dan menajamkan beberapa intuisi. Berikut intuisi yang digunakan dalam tugas
editorial.
Intuisi
Terhadap Tren
Intuisi
terhadap tren terkait dengan daya editor melihat kecenderungan yang terjadi
pada masyarakat sehingga ia pun dapat membaca kebutuhan atau keinginan
masyarakat terkait buku. Dalam konteks ini editor memang harus banyak bergaul
dengan komunitas-komunitas yang menjadi segmen pembaca buku-bukunya. Editor
juga dapat mengamati tren melalui media sosial yang kini makin banyak tumbuh.
Daya ini terutama harus dimiliki para editor akuisisi atau editor pemerolehan
naskah. Dengan daya ini, mereka dapat menyusun sebuah perencanaan naskah antara
satu s.d. tiga tahun ke depan
Intuisi
Terhadap Naskah
Sebuah
naskah di tangan editor terkadang hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk
dapat diputuskan layak atau tidak diterbitkan. Editor memang tidak perlu
membuang waktu lebih banyak untuk sekadar membaca keseluruhan naskah, kecuali
tentunya karya fiksi. Lewat intuisi semestinya ia mampu menjejaki keunggulan
naskah melalui daftar isi, prakata penulis, pendahuluan, dan bab awal naskah.
Daya ini terutama harus dimiliki para kepala editor yang memiliki kewenangan
memutuskan sebuah naskah layak atau tidak layak.
Sambil
berseloroh terkadang saya menyebut para editor seperti ini bahkan hanya perlu
mengendus sebuah naskah dan menyatakan naskah tersebut layak diterbitkan.
Intuisi
Terhadap Penulis
Intuisi
jenis ini juga paling diperlukan para editor akuisisi, terutama ketika membaca
talenta seorang penulis. Dalam penerbitan buku, kriteria penulis senior tidak
selalu ditekankan sebagai jaminan keberhasilan sebuah penerbit. Karena itu,
seorang penulis pemula pun harus “dibaca” kemampuannya untuk memberikan kejutan
baru di dunia buku.
Saya
beberapa kali menemukan “bibit” yang baik untuk penulisan dengan memberi
kesempatan para penulis pemula itu berkiprah. Jadi, memang diperlukan intuisi,
terutama juga terkait apakah penulis tersebut memang bisa diajak bekerja sama
dan yang terpenting pula apakah penulis itu bukan tipe yang mudah “besar
kepala”, “narsisme”, atau tipe “tidak sabar”.
Intuisi
Terhadap Bahasa
Intuisi
yang satu ini intuisi standar yang harus dimiliki para editor sejati. Artinya,
pedoman EYD serta tata bahasa Indonesia
baku itu semestinya sudah menjadi bagian dari dirinya sehingga setiap kalimat
yang tertangkap matanya langsung tersaring kebenarannya. Editor harus sudah mampu
menangkap kesalahan-kesalahan elementer pada sebuah naskah. Perhatikan naskah
berikut yang saya kopi pasta (copy paste) apa adanya. Dapatkah Anda temukan
kesalahan elementernya?
Hercules
Rozario Marshall akhirnya selesai menjalani pemeriksaan kasus pemerasan dan
pencucian uang di Polres Jakarta Barat. Hercules diperiksa sekitar 8 jam
lamanya dan akan dikembalikan ke Polda Metro Jaya. (Sumber: detik.com)
editor-1
Intuisi
Terhadap Data dan Fakta
Data
dan fakta terkadang menjadi begitu vital untuk memastikan sebuah konten
mengandung kebenaran. Editor dengan jam terbang tinggi biasanya mampu menangkap
keganjilan terhadap data dan fakta yang tersaji di dalam naskah. Data dan fakta
itu, contohnya tentang angka-angka, nama orang, tanggal peristiwa,
rumus/postulat, sejarah, kutipan, dan teori.
Editor
dengan intuisi seperti ini memang selalu membangun kecurigaan yang tinggi
terhadap sebuah naskah guna memastikan kebenaran data dan fakta di dalamnya.
Intuisi
Terhadap Legalitas dan Kesopanan
Tidak
kalah penting dari intuisi terhadap data dan fakta juga adalah intuisi terhadap
legalitas dan kesopanan. Editor dengan daya seperti ini akan mampu menemukan
jika sebuah bagian naskah terindikasi plagiat atau berbahaya jika
dipublikasikan karena mengandung unsur SARA, pornografi, ataupun pencemaran
nama baik. Intuisi seperti ini dapat menyelamatkan sebuah buku, bahkan
penerbitnya sendiri dari tuntutan hukum atau juga protes dari publik pembaca yang
dapat membahayakan eksistensi penerbit.
Para
penulis yang coba mengakali penerbit dengan kopi pasta naskah-naskah dari
internet tidak akan mudah mengelabui para editor dengan intuisi semacam ini.
Bagaimana
Intuisi Ditumbuhkan
Intuisi
para editor tumbuh disebabkan karena ia banyak membaca, sekaligus banyak pula
menuliskan apa yang dibacanya, baik itu buku maupun peristiwa. Daya intuisi ini
membentuk sebuah wadah pengetahuan sekaligus pengalaman di benaknya yang
sewaktu-waktu dapat diakses oleh editor. Saya menyebutkan sebagai kecerdasan
(inteligensia) interkoneksi.
Intuisi
juga dapat ditumbuhkan karena keseringan melakukan pengeditan di mana pun dan
kapan pun, tidak harus berhadapan dengan naskah. Karena itu, pada waktu dulu
hingga kini, saya selalu membekali diri dengan bolpoin berwarna cerah. Jika
saya bersua dengan dokumen apa pun, langsung intuisi saya bekerja mencari
bagian-bagian kalimat yang salah. Saya pun membubuhkan tanda koreksi di dokumen
tersebut walau hanya sebuah brosur.
Satu
hal lagi yang paling penting bahwa intuisi tumbuh disebabkan renjana (passion)
yaitu berupa keinginan kuat untuk mendalami editing itu sendiri tersebab
mencintai pekerjaan dan profesi sebagai editor. Mustahil ada intuisi tanpa ada
renjana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar