Minggu, 29 Desember 2013

Editor Intuitif, Editor Nge-Blink



Oleh: Bambang Trim

3 Agustus 2013

Benarkah editor juga bekerja dengan intuisi? Intuisi dalam KBBI diartikan daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati. Jadi, memang ada editor yang bekerja mengandalkan daya seperti ini atau dalam istilah Malcolm Gladwell disebut BLINK.

Desakan tenggat yang ketat memang terkadang memaksa editor harus meningkatkan kecepatan pengeditannya–termasuk kecepatan mengambil keputusan. Kecepatan dan ketepatan tentulah tumbuh dari kebiasaan dan perlatihan yang terus-menerus. Contoh paling gamblang, ada editor dalam sekali baca dapat langsung menemukan kata-kata yang tidak baku atau kalimat yang rancu. Hal itu tentu memperlihatkan tingkat keterampilan yang sudah di atas rata-rata.

Sepengalaman saya sebagai editor sejak 1995 memang menegaskan bahwa daya intuisi akhirnya timbul, bahkan cenderung diperlukan untuk memudahkan tugas editor alih-alih mempercepat pekerjaannya. Daya itu berangsur-angsur memang menguat seiring dengan berbagai tugas yang dibebankan kepada editor dan ia belajar dari multitugas tersebut. Karena itu, seorang editor sudah dapat disebut sebagai editor madya atau mendapatkan sebutan penuh sebagai editor apabila ia telah memiliki “jam terbang” antara 3 s.d. 5 tahun dalam bidang editing.

Ketika editor dituntut untuk mengerjakan multitugas, sebenarnya ia tengah melatihkan dan menajamkan beberapa intuisi. Berikut intuisi yang digunakan dalam tugas editorial.


Intuisi Terhadap Tren

Intuisi terhadap tren terkait dengan daya editor melihat kecenderungan yang terjadi pada masyarakat sehingga ia pun dapat membaca kebutuhan atau keinginan masyarakat terkait buku. Dalam konteks ini editor memang harus banyak bergaul dengan komunitas-komunitas yang menjadi segmen pembaca buku-bukunya. Editor juga dapat mengamati tren melalui media sosial yang kini makin banyak tumbuh. Daya ini terutama harus dimiliki para editor akuisisi atau editor pemerolehan naskah. Dengan daya ini, mereka dapat menyusun sebuah perencanaan naskah antara satu s.d. tiga tahun ke depan

Intuisi Terhadap Naskah

Sebuah naskah di tangan editor terkadang hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk dapat diputuskan layak atau tidak diterbitkan. Editor memang tidak perlu membuang waktu lebih banyak untuk sekadar membaca keseluruhan naskah, kecuali tentunya karya fiksi. Lewat intuisi semestinya ia mampu menjejaki keunggulan naskah melalui daftar isi, prakata penulis, pendahuluan, dan bab awal naskah. Daya ini terutama harus dimiliki para kepala editor yang memiliki kewenangan memutuskan sebuah naskah layak atau tidak layak.

Sambil berseloroh terkadang saya menyebut para editor seperti ini bahkan hanya perlu mengendus sebuah naskah dan menyatakan naskah tersebut layak diterbitkan.

Intuisi Terhadap Penulis

Intuisi jenis ini juga paling diperlukan para editor akuisisi, terutama ketika membaca talenta seorang penulis. Dalam penerbitan buku, kriteria penulis senior tidak selalu ditekankan sebagai jaminan keberhasilan sebuah penerbit. Karena itu, seorang penulis pemula pun harus “dibaca” kemampuannya untuk memberikan kejutan baru di dunia buku.

Saya beberapa kali menemukan “bibit” yang baik untuk penulisan dengan memberi kesempatan para penulis pemula itu berkiprah. Jadi, memang diperlukan intuisi, terutama juga terkait apakah penulis tersebut memang bisa diajak bekerja sama dan yang terpenting pula apakah penulis itu bukan tipe yang mudah “besar kepala”, “narsisme”, atau tipe “tidak sabar”.

Intuisi Terhadap Bahasa

Intuisi yang satu ini intuisi standar yang harus dimiliki para editor sejati. Artinya, pedoman EYD  serta tata bahasa Indonesia baku itu semestinya sudah menjadi bagian dari dirinya sehingga setiap kalimat yang tertangkap matanya langsung tersaring kebenarannya. Editor harus sudah mampu menangkap kesalahan-kesalahan elementer pada sebuah naskah. Perhatikan naskah berikut yang saya kopi pasta (copy paste) apa adanya. Dapatkah Anda temukan kesalahan elementernya?

Hercules Rozario Marshall akhirnya selesai menjalani pemeriksaan kasus pemerasan dan pencucian uang di Polres Jakarta Barat. Hercules diperiksa sekitar 8 jam lamanya dan akan dikembalikan ke Polda Metro Jaya. (Sumber: detik.com)

editor-1

Intuisi Terhadap Data dan Fakta

Data dan fakta terkadang menjadi begitu vital untuk memastikan sebuah konten mengandung kebenaran. Editor dengan jam terbang tinggi biasanya mampu menangkap keganjilan terhadap data dan fakta yang tersaji di dalam naskah. Data dan fakta itu, contohnya tentang angka-angka, nama orang, tanggal peristiwa, rumus/postulat, sejarah, kutipan, dan teori.

Editor dengan intuisi seperti ini memang selalu membangun kecurigaan yang tinggi terhadap sebuah naskah guna memastikan kebenaran data dan fakta di dalamnya.

Intuisi Terhadap Legalitas dan Kesopanan

Tidak kalah penting dari intuisi terhadap data dan fakta juga adalah intuisi terhadap legalitas dan kesopanan. Editor dengan daya seperti ini akan mampu menemukan jika sebuah bagian naskah terindikasi plagiat atau berbahaya jika dipublikasikan karena mengandung unsur SARA, pornografi, ataupun pencemaran nama baik. Intuisi seperti ini dapat menyelamatkan sebuah buku, bahkan penerbitnya sendiri dari tuntutan hukum atau juga protes dari publik pembaca yang dapat membahayakan eksistensi penerbit.

Para penulis yang coba mengakali penerbit dengan kopi pasta naskah-naskah dari internet tidak akan mudah mengelabui para editor dengan intuisi semacam ini.

Bagaimana Intuisi Ditumbuhkan

Intuisi para editor tumbuh disebabkan karena ia banyak membaca, sekaligus banyak pula menuliskan apa yang dibacanya, baik itu buku maupun peristiwa. Daya intuisi ini membentuk sebuah wadah pengetahuan sekaligus pengalaman di benaknya yang sewaktu-waktu dapat diakses oleh editor. Saya menyebutkan sebagai kecerdasan (inteligensia) interkoneksi.

Intuisi juga dapat ditumbuhkan karena keseringan melakukan pengeditan di mana pun dan kapan pun, tidak harus berhadapan dengan naskah. Karena itu, pada waktu dulu hingga kini, saya selalu membekali diri dengan bolpoin berwarna cerah. Jika saya bersua dengan dokumen apa pun, langsung intuisi saya bekerja mencari bagian-bagian kalimat yang salah. Saya pun membubuhkan tanda koreksi di dokumen tersebut walau hanya sebuah brosur.

Satu hal lagi yang paling penting bahwa intuisi tumbuh disebabkan renjana (passion) yaitu berupa keinginan kuat untuk mendalami editing itu sendiri tersebab mencintai pekerjaan dan profesi sebagai editor. Mustahil ada intuisi tanpa ada renjana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar