Sabtu, 28 Desember 2013

Reportase: Maiyahan bersama Cak Nun dan KiaiKanjeng di Karawang



Ditulis Oleh: Red/KC

Minggu 15 Desember 2013, selepas dari Kenduri Cinta malam sebelumnya, Cak Nun bersama KiaiKanjeng sudah berada di Lapangan Karang Pawitan Karawang. Maiyahan kali ini dihadiri oleh masyarakat beserta Bupati Karawang, Bapak Ade Swara, dan jajaran Muspida. Berlangsung dari pukul 20.00 sampai hampir tengah malam, Maiyahan Karawang meriah dihiasi nomor-nomor Kiaikanjeng yang merangkum kearifan Sunda bersama suku-suku lain dalam rangka kebersamaan Indonesia.

Karakter Manuk Dadali dan lagu-lagu Sunda lainnya memiliki kemiripan dengan musik Jepang dan Rusia. Bahwa konstelasi dunia ini tidak seperti yang kita pikir sekarang. Dulu manusia menyebar sampai ke benua-benua yang berlainan semuanya berasal dari Tanah Sunda – meskipun pada saat itu Sunda dan Jawa belum mengalami metamorfosis, di mana metamorfosis itu menjadi ekstrim setelah Gajahmada menyerbu rombongan Prabu Siliwangi sampai terjadi Perang Bubat.

Selain Manuk Dadali, dibawakan pula nomor Shalawat Badar versi Sunda, Gundul Pacul, Dunya La Tarham, Renungkanlah, Lir-Ilir. Dari shalawat Dunya La Tarham kita diajari untuk tidak mencintai dunia. Cukup letakkan dunia di genggaman tangan, jangan masukkan ke pikiran dan hati.

Lagu Renungkanlah dipilih supaya kita mampu lebih menghargai khasanah lagu-lagu Melayu lama yang telah sejak lama kita tinggalkan. Kita lebih suka dangdut, dan lama-lama dangdut membunuh dirinya sendiri. Musik tidak lagi penting, apalagi pemain musiknya, karena yang utama adalah goyangannya. Hal yang sama terjadi juga pada musik pop dan pada dimensi lain yang lebih luas.


Cak Nun meminta siapa saja yang ingin berbicara untuk maju ke depan sehingga ada suara dari atas, bawah, dan tengah. Sesuai dengan permintaan dari Bapak Ade Swara, seluruh pembicaraan pada Maiyahan Karawang ini menuju pada satu tema besar yaitu akhlak. Cak Nun terlebih dulu memberikan selamat dan doa kepada koran lokal Kabar Gapura yang tepat satu tahun usianya.

Kata ‘kabar’ dan ‘gapura’ berasal dari asmaul husna. Khabar, pelakunya disebut Al-Khobir, Allah Maha Mengabarkan apa-apa yang diperlukan kepada makhluk-Nya. Wa alama Adamal asma-a kullaha. Sementara Al-Ghafur artinya Allah Maha Pengampun. Meskipun yang memberi nama tidak memaksudkan demikian, memang banyak orang dibimbing Allah untuk melakukan sesuatu yang indah tanpa dia sadari.

Kabar Gapura harus menjadi kabar tentang bagaimana orang-orang Karawang memiliki keluasan jiwa, ketulusan hati, toleransi, dan pemahaman satu sama lain sehingga tumbuh kedamaian karena setiap orang siap saling memaafkan. Semoga kita menjadi orang yang sukar marah, mudah memaafkan.

Akhlak adalah tentang kebaikan. Bersamanya ada dua unsur lagi yang juga harus ada dalam setiap keputusan langkah manusia, yakni kebenaran dan keindahan. Seindah-indahnya musik jangan sampai ia tidak baik, sebab untuk apa menyenangkan kalau tidak memenuhi akhlak. Kegembiraan harus baik, kebaikan harus benar, kebenaran harus menggembirakan. Sayangnya dalam kehidupan beragama dan berkebudayaan, keindahan tidak kita hitung sebagai unsur yang harus ada.

Secara hukum atau fiqih, shalat terpenuhi asalkan bacaan dan geraknya persis tuntunan dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Tidak ada keharusan secara fiqih untuk khusyuk dalam shalat, tapi tanpa kekhusyukan kita belum shalat secara akhlak. Kebenaran bisa batal tanpa adanya keindahan.

Kalau di jalan kita bertemu seseorang tertabrak sepeda motor kemudian kita tidak menolongnya, pasal hukum tidak menyatakan kita salah. Tapi secara akhlak kita jelas salah. Maka tidak tepat jika negara ini menganut supremasi hukum, karena hukum sangat dangkal untuk ditempatkan sebagai supremasi.

Yang nomor satu harus dibawa hakim ke pengadilan bukanlah pasal-pasal hukum, melainkan rasa dan prinsip keadilan. Pasal hukum tak akan mencukupi karena ada bermacam kasus. Hakim berdasarkan yurisprudensi dari suatu kasus bisa menciptakan hukum baru berdasar prinsip-prinsip keadilan.

Karawang punya tantangan luar biasa untuk menerapkan konsep yang memperhatikan seluruh unsur ini – kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Karawang bagian selatan merupakan daerah agraris yang keindahannya telah tertata sejak berabad lalu, tapi di bagian utaranya industri semakin banyak, gunung-gunung dipangkas. Konsep itu nantinya harus mampu membuat Karawang sebagai kota yang indah meskipun banyak pabrik di dalamnya. Indah yang bagaimana?

Sekarang ini keindahan seringkali hanya mengandalkan mata, bukan nilai. Gelandangan, pengemis, pedagang kaki lima, digusur dengan alasan keindahan kota. Padahal manakah yang lebih indah: jalanan tidak begitu bersih tapi aktivitas mencari makan untuk anak-istri banyak orang lancar, semua diuntungkan, atau jalanan bersih dan rapi tapi banyak yang tidak bisa cari makan?

Walikota Jogja, Heri Yudianto, membangun Pasar Klithikan untuk merelokasi para pedagang barang bekas dari berbagai area. Pasar ini kini menjadi salah satu sasaran wisata di sana. Ini satu contoh bagaimana penerapan kebenaran mempertimbangkan juga aspek kebaikan dan keindahan.

“Dalam bahasa Jawa, ada kaji dan ada aji. Meng-kaji adalah aktivitas berpikir untuk menganalisis sesuatu, sementara meng-aji merupakan usaha manusia untuk meningkatkan derajatnya di hadapan manusia dan Allah. Maiyahan Karawang malam ini harus merangkum keduanya.”

Ada sebuah kisah tentang seorang kiai yang mengajari santri-santrinya ngaji dan juga bertani. Pada suatu siang, Pak Kiai sedang asyik bercocok tanam ketika tersadar bahwa hari sudah menjelang Ashar dan Beliau belum shalat Dzuhur. Beliau langsung lari ke masjid lalu menimba air wudlu dari sumur. Ketika timba sampai di bibir sumur, Pak Kiai melihat berpuluh-puluh semut di permukaan airnya. Pak Kiai bertemu dengan dilema teologis dan akhlak: kalau wudlu saat itu juga, semut-semut mati; kalau menyelamatkan semut, Beliau bisa ketinggalan Dzuhur. Pak Kiai memilih mengambili semut satu per satu kemudian meletakkannya di tempat kering. Belum seluruh semut terangkut, terdengarlah adzan Ashar. Aliran-aliran Islam yang semakin hari semakin banyak berbeda pendapat mengenai hal ini.

Di Jawa Tengah bahkan sudah muncul banyak aliran yang mengkafir-kafirkan aliran-aliran lain dari jauh, tapi tidak pernah mau diajak bicara, berunding, diskusi, berdebat. Nabi Isa pernah berkata bahwa Beliau diberi keistimewaan oleh Allah untuk menyembuhkan penyakit manusia kecuali satu, yaitu ahmaq (orang yang tidak bisa diajak bicara). Menurut Sayyidina Ali, penyakit ahmaq ini hanya satu jalan keluarnya, yakni mati.

“Karawang harus dijaga jangan sampai rusak karena pertentangan aliran. Apa saja yang merusak persaudaraan harus ditindak tegas oleh pemerintah. Aliran apapun syaratnya satu: tidak memecah belah rakyat, tidak menciptakan retakan-retakan masyarakat.”

Pemerintah itu semacam suami dan rakyat semacam istri, seperti halnya manusia merupakan suami bagi alam semesta dan Allah merupakan suami bagi hamba-hamba-Nya. Baru setelah Allah menghamparkan fasilitas yang berlimpah bagi manusia, Dia tarik sedikit pajak berupa shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, haji, dengan diawali komitmen mencintai dalam kalimat syahadat. Cinta merupakan rasa subyektif seorang manusia kepada manusia lain, sementara mencintai adalah komitmen sosial, kesetiaan, istiqomah, pemberian, kemurahan, dan seterusnya.

“Jangan andalkan istri atau suamimu, tapi andalkanlah kesatuan cinta kalian kepada Allah di bawah bimbingan Rasulullah. Dengan bersikap seperti ini, setiap hari Anda menjadi pengantin baru.”

Menjelang tengah malam, Cak Nun meminta Kiaikanjeng membawakan medley lagu-lagu Nusantara, “Kita masukkan seluruh Indonesia ke dalam jiwa kita untuk kita lindungi bersama karena kalau Anda tidak hati-hati, tidak punya kekompakan antara rakyat dengan pemerintah, tahun 2015 negara ini bisa bubar atau minimal pecah. Dollar akan terus naik dan seterusnya, lalu tahun 2014 menjadi momentum di mana penjarah-penjarah dari luar negeri sudah punya rencana penjajahan baru setelah Freeport yang terletak di Jawa Timur. Oleh karena itu kita mohon kepada Allah agar Dia turun tangan dan tidak membiarkan negara kita dijarah dan dipecah-pecah oleh kekuatan dari luar.” [Red KC/Ratri Dian Ariani]

- See more at: http://kenduricinta.com/v3/?p=2937#sthash.KxxhbaIc.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar