Oleh:
Gustaaf Kusno
12
Desember 2013
Kita
semua tahu kiasan “Setali tiga uang” bermakna “sama saja” alias “tak ada
bedanya”. Setali atau setalen adalah mata uang koin bernilai 25 sen di zaman
dahulu. Lantas bagaimana penjelasannya, koin 25 sen ini disamakan dengan tiga
uang? Uang apa yang dimaksudkan? Dulu saya pernah membayangkan bahwa tiga uang
tersebut adalah dua koin ketip (bernilai 10 sen) + satu koin kelip (bernilai 5
sen). Ternyata bayangan saya ini sekalipun logis, bukanlah merupakan penjelasan
cikal bakal kelahiran perumpamaan “setali tiga uang” tersebut.
Dahulu
kala orang mengatakan “setalen tiga duit”. Duit adalah mata uang koin yang
dikeluarkan oleh penjajah Belanda sejak zaman VOC pada tahun 1726. Bukan hanya
negara Belanda saja yang memakai istilah duit ini, namun juga sejumlah negara
mengadopsinya, seperti Jerman (deut), Inggris dan Skotlandia (doit). Nilai
tukar ”duit” ini bervariasi dalam kurun waktu tertentu. Pernah satu duit ini
setara dengan satu farthing (yang bernilai 25 sen). Namun pernah juga tiga duit
(dalam bahasa Belanda: drie duiten) setara dengan satu farthing. Nampaknya dari
kurs mata uang inilah kemudian lahir ungkapan ”setalen tiga duit” selanjutnya
menjadi ”setali tiga uang” (karena istilah ”duit” akhirnya merujuk kepada
”uang”).
Demikian
juga istilah ”seringgit dua kupang” yang kurang lebih mempunyai makna yang
sama. Seringgit di zaman baheula bernilai dua setengah rupiah, sedangkan satu
kupang adalah koin yang nilainya bervariasi sesuai daerah sirkulasinya, baik di
kawasan Melayu maupun di Sumatera. Yang menarik adalah kata ”kupang” yang dalam
KBBI disebutkan dengan ”siput laut yang dahulu dipakai sebagai mata uang”.
Sampai sekarang pun ada makanan khas Surabaya yang dinamakan ”lontong kupang”.
Bagi generasi tua tentu masih ingat dengan langgam Melayu yang berjudul
”Seringgit Dua Kupang” yang dilantunkan oleh Lilies Surjani.
Kiasan
”setali tiga uang” atau ”seringgit dua kupang” sepertinya sekarang sudah
digeser dengan istilah yang lebih trendi yaitu ”sebelas duabelas”. Untuk yang
disebut belakangan ini saya justru belum menemukan ’sejarahnya” mengapa
disebutkan demikian. Bukankah ”sebelas” tak sama dengan ”duabelas”?
Sumber:
http://bahasa.kompasiana.com/2013/12/12/dari-mana-lahir-kiasan-setali-tiga-uang-618743.html?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar