Sabtu, 28 Desember 2013

Ternyata “Ekstrapuding” dari “Extra Voeding” Toh



Oleh: Gustaaf Kusno (A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker!)

19 Desember 2013

Sebagai dokter yang bergelut sehari-hari di rumah sakit, istilah extra voeding sudah sangat familiar di telinga saya. Istilah yang menyerap dari bahasa Belanda ini bermakna makanan tambahan bagi pasien yang kurang berat badan, pasien yang membutuhkan nutrisi tambahan misalnya pada penderita yang baru mengalami operasi dan juga bagi pasien yang tidak mempunyai selera makan (poor appetite). Sesuai dengan namanya extra voeding (extra = tambahan, voeding = pemberian makanan), bentuknya adalah makanan ringan namun bergizi tinggi, misalnya susu, yogurt, kacang hijau, kue, dan roti.

Namun terus terang saya mendapat surprise tatkala pagi ini membaca koran tentang anggaran kesehatan napi yang dikurangi dan tersua kata “ekstrapuding”. Kata “ekstrapuding” ini diberi penjelasan dalam tanda kurung “makanan tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama bulan puasa/Ramadhan”. Nampaknya dalam setiap ranah kehidupan sehari-hari, kita selalu bersua dengan istilah Belanda. Dan ciri khas kata serapan ini biasanya huruf “f” atau “v” bersalin rupa menjadi “p”. Di ranah transportasi istilah verboden (dilarang masuk) menjadi “perboden”, di ranah kesehatan verband (pembalut) menjadi “perban”, dalam ranah busana istilah vermaken (mengubah ukuran baju) menjadi “permak”, di ranah jual beli istilah voorschot (uang muka) menjadi “persekot”, di ranah otomotif istilah versnelling menjadi “persneling”, di ranah industri fabriek menjadi “pabrik” dan failliet menjadi “pailit”.


Akan tetapi “ekstrapuding” ini terdengar sumbang di telinga saya. Apa pasal? Karena kita juga menyerap kata “puding” dari bahasa Belanda pudding yaitu hidangan pencuci mulut (dessert) yang dibuat dari agar-agar. Jadi mendengar kata “ekstrapuding” otak kita akan membayangkan puding yang biasanya diberi vla (custard) yang menggoyang lidah. Seorang teman kompasianer menceritakan pengalaman waktu bekerja di perkebunan diberi “ekstrapuding”, tapi yang dihidangkan susu atau bubur kacang hijau dan tak ada puding di situ.

Seorang teman kompasianer yang lain menceritakan bahwa kata ini dikira dari bahasa Inggris, sehingga dituliskan menjadi extrafooding. Tak pelak penulisan seperti ini menambah ruwet situasi. Kalaupun ingin di-Inggriskan, tentu penulisannya adalah extra feeding (meskipun kurang lazim dipakai dan biasa disebut dengan istilah supplementary food). Saya teringat juga istilah “bluding” (perdarahan) yang berasal dari kata Belanda bloeding, namun ditulis dengan cara Inggris blooding. Tentu saja ini keliru, karena dalam bahasa Inggris disebut dengan bleeding.

Kembali ke persoalan “v” dan “f” yang diindonesiakan menjadi “p”, dalam bahasa pasar supir yang mengisi bensin di SPBU akan mengatakan “Isi pol” yang menyerap dari kata Belanda vol (berarti penuh) dan tukang parkir yang sedang memandu truk yang sedang mundur akan berteriak “prei” (artinya bebas) dari kata vrij. Juga kalau dia minta supaya rem tangan dibebaskan, maka dikatakannya “remnya dikasi prei, pak”. Wah, akhirnya saya jadi bingung juga memberi penilaian apakah pengindonesiaan extra voeding menjadi “ekstrapuding” dapat dibenarkan menurut kaidah penyerapan bahasa Indonesia.

Sumber: http://bahasa.kompasiana.com/2013/12/19/ternyata-ekstrapuding-dari-extra-voeding-toh-620859.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar