Oleh:
Bambang Trim
9
Mei 2013
Untuk
kali kesekian saya melatihkan keterampilan editing bagi para editor yang
bekerja di lembaga-lembaga pemerintah, khususnya pusdiklat. Pekerjaan editing
memang menjadi bagian dari tugas untuk mengelola sebuah pusdiklat karena di
sana juga dihasilkan bahan-bahan terbitan, seperti modul, buku ajar, atau buku
teks. Para widyaiswara yang menjadi tutor diwajibkan untuk menyusun modul
pembelajaran.
Good-copy-editors
Event
kemarin saya isi secara in-house untuk Pusdiklatwas BPKP di Hotel Salak Bogor.
Ada delapan editor yang mengikuti sesi pelatihan selama 2 hari tersebut. Saya
menyajikan materi mulai
pengenalan bilik editorial;
pengenalan profesi editor;
pengenalan tugas dan fungsi seorang editor;
penerapan EYD dan kaidah kebahasaan;
penilaian naskah;
penyuntingan naskah mekanik (mechanical
editing);
penyuntingan naskah dengan komputer
(on-screen editing);
penyuntingan naskah substantif (substantive
editing);
perhatian terhadap hak cipta dan
plagiarisme.
Pada
kenyataannya memang 99% editor di Indonesia yang menyelami pekerjaan sebagai
editor sebenarnya belumlah mendapatkan pengetahuan sekaligus pemahaman yang
memadai soal teknis editing itu sendiri–kalau tidak mau menyebutkan seperti
“mendadak (jadi) editor”. Bahkan, keadaan ini semakin menyulitkan jika editor
juga bukan seorang penulis dan tidak mengenali seluk-beluk tulisan. Karena itu,
saya kira pelatihan editing memang perlu digiatkan, terutama di lembaga-lembaga
pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan modul, buku ajar, dan buku teks.
Editing
juga tidak dapat dipahami secara sempit sebagai pekerjaan yang hanya
memperbaiki ejaan atau bahasa, tetapi lebih luas daripada itu. Dalam buku
terbaru yang sedang proses penggarapan, saya menyajikan 101 masalah dalam
penyuntingan naskah dan bagaimana solusi menyuntingnya.
Persoalan
yang mengemuka juga persoalan gaya selingkung dan bagaimana lembaga-lembaga
semacam pusdiklat memang sudah seyogianya memiliki buku panduan gaya
selingkung. Panduan ini akan menjadi acuan bersama dan memudahkan proses
editing yang melibatkan penulis/pengarang, editor, layouter, serta desainer.
Saya sendiri sudah membantu penyeliaan penyusunan buku panduan gaya selingkung
untuk LIPI Press, Pusat Pengembangan Multimedia (P2M2) UT atau Penerbit UT, dan
yang paling mutakhir diminta untuk membantu penyusunan buku gaya selingkung
penulisan kedinasan di lingkungan PTPN XII.
Pengalaman-pengalaman
membuat standardisasi penyuntingan dan penerbitan ini pula yang coba saya
bagikan kepada para peserta pelatihan yang umumnya menjadi editor secara
autodidak. Sungguh lahirnya banyak editor di Indonesia akan turut berperan
memajukan literasi di Indonesia. Memang tidak perlu terlalu jauh mengharapkan
ada pendidikan formal tingkat S1-S3 tentang publishing science. Cukuplah
pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus selama 2-3 hari digencarkan untuk
menciptakan para editor baru yang mendadak jadi editor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar