Selasa, 31 Desember 2013

Mendadak (Jadi) Editor



Oleh: Bambang Trim

9 Mei 2013

Untuk kali kesekian saya melatihkan keterampilan editing bagi para editor yang bekerja di lembaga-lembaga pemerintah, khususnya pusdiklat. Pekerjaan editing memang menjadi bagian dari tugas untuk mengelola sebuah pusdiklat karena di sana juga dihasilkan bahan-bahan terbitan, seperti modul, buku ajar, atau buku teks. Para widyaiswara yang menjadi tutor diwajibkan untuk menyusun modul pembelajaran.

Good-copy-editors

Event kemarin saya isi secara in-house untuk Pusdiklatwas BPKP di Hotel Salak Bogor. Ada delapan editor yang mengikuti sesi pelatihan selama 2 hari tersebut. Saya menyajikan materi mulai

    pengenalan bilik editorial;
    pengenalan profesi editor;
    pengenalan tugas dan fungsi seorang editor;
    penerapan EYD dan kaidah kebahasaan;
    penilaian naskah;
    penyuntingan naskah mekanik (mechanical editing);
    penyuntingan naskah dengan komputer (on-screen editing);
    penyuntingan naskah substantif (substantive editing);
    perhatian terhadap hak cipta dan plagiarisme.


Pada kenyataannya memang 99% editor di Indonesia yang menyelami pekerjaan sebagai editor sebenarnya belumlah mendapatkan pengetahuan sekaligus pemahaman yang memadai soal teknis editing itu sendiri–kalau tidak mau menyebutkan seperti “mendadak (jadi) editor”. Bahkan, keadaan ini semakin menyulitkan jika editor juga bukan seorang penulis dan tidak mengenali seluk-beluk tulisan. Karena itu, saya kira pelatihan editing memang perlu digiatkan, terutama di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan modul, buku ajar, dan buku teks.

Editing juga tidak dapat dipahami secara sempit sebagai pekerjaan yang hanya memperbaiki ejaan atau bahasa, tetapi lebih luas daripada itu. Dalam buku terbaru yang sedang proses penggarapan, saya menyajikan 101 masalah dalam penyuntingan naskah dan bagaimana solusi menyuntingnya.

Persoalan yang mengemuka juga persoalan gaya selingkung dan bagaimana lembaga-lembaga semacam pusdiklat memang sudah seyogianya memiliki buku panduan gaya selingkung. Panduan ini akan menjadi acuan bersama dan memudahkan proses editing yang melibatkan penulis/pengarang, editor, layouter, serta desainer. Saya sendiri sudah membantu penyeliaan penyusunan buku panduan gaya selingkung untuk LIPI Press, Pusat Pengembangan Multimedia (P2M2) UT atau Penerbit UT, dan yang paling mutakhir diminta untuk membantu penyusunan buku gaya selingkung penulisan kedinasan di lingkungan PTPN XII.

Pengalaman-pengalaman membuat standardisasi penyuntingan dan penerbitan ini pula yang coba saya bagikan kepada para peserta pelatihan yang umumnya menjadi editor secara autodidak. Sungguh lahirnya banyak editor di Indonesia akan turut berperan memajukan literasi di Indonesia. Memang tidak perlu terlalu jauh mengharapkan ada pendidikan formal tingkat S1-S3 tentang publishing science. Cukuplah pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus selama 2-3 hari digencarkan untuk menciptakan para editor baru yang mendadak jadi editor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar