Oleh:
Bambang Trim
25
April 2013
Untuk
kali pertama Maret 2013 lalu saya mengisi kursus khusus materi Substantive
Editing dan Rewriting bersama rekan saya, Deddi Alfiandri Alison. Sebenarnya
substantive editing adalah materi spesifik yang ditujukan untuk para editor
dengan jam terbang lebih dari 3 tahun atau merupakan tahapan editing tingkat
lanjut.
Pada
kenyataannya dalam aktivitas editorial penerbitan, editor tidak hanya
menghadapi persoalan-persoalan teknis memperbaiki naskah agar sesuai dengan
kaidah kebahasaan dan gaya selingkunga penerbitan. Di luar masalah itu ada
hal-hal lain yang lebih kompleks menyangkut content, context, dan sentimen
(meminjam istilah yang digunakan Mas Deddi di dalam modulnya. Soal yang
terakhir, “sentimen” adalah soal-soal khas yang terkadang harus dihadapi para
editor dengan keputusan editorial, baik itu sentimen positif maupun sentimen
negatif).
Substantive
editing sebenarnya terdiri atas tiga bagian dengan sebutan dan sektor editorial
yang berbeda, yaitu structural editing, developmental editing, dan
comprehensive editing. Di dalamnya terdapat keputusan-keputusan editorial
strategis sehingga pelaku dari substantive editing ini kerap dilakoni (dalam
struktur jabatan) para managing editor, senior editor, bahkan chief editor.
Structural
Editing. Editing jenis ini dilakukan pada saat-saat awal naskah diterima
penerbit. Editor dapat menyarankan atau melakukan perubahan outline penulisan
kepada penulis, termasuk sudut pandang dan gaya penulisan. Editor mengambil
keputusan pengubahan didasarkan pada kepentingan pembaca sasaran, kepentingan
pasar, ataupun menjaga reputasi penerbit. Editor yang memberi keputusan
structural editing tentulah juga sudah sangat paham tentang berbagai teknik
penulisan serta mengetahui tren penulisan terkini.
Developmental
Editing. Editing jenis ini dilakukan pada saat naskah sudah masuk proses
editorial yaitu copy editing. Sang editor akan memikirkan bagaimana naskah
disajikan, termasuk spesifikasi penerbitan. Editor akan mencoba menyesuaikan
kepatutan penampilan (context) buku dengan budget yang disediakan serta harga
akhir ketika buku diluncurkan ke pasar. Semuanya dipertimbangkan dengan matang.
Editor pada sektor ini memang harus memahami desktop publishing (DTP),
tipografi, dan desain komunikasi visual. Ia pun memiliki wawasan yang memadai
tentang produksi buku.
Comprehensive
Editing. Editing jenis dilakukan dengan melihat keseluruhan proses editorial
dari awal hingga akhir. Bahkan, keputusan editorial pada editing tahap ini
diperlukan saat injure time naskah naik cetak atau pada saat buku sudah
tercetak dan belum tersebar. Comprehensive editing sering menyangkut “sentimen”
penerbitan misalnya menghentikan proses editing atau membatalkan penerbitan
buku disebabkan beberapa hal. Beberapa hal itu bisa terkait masalah sensitif
yang berbahaya bagi penerbitan atau bisa juga terkait masalah pasar, termasuk
hal-hal lain yang terkadang terkesan off the record.
Sebagai
editor dengan pengalaman di atas 3 tahun “jam terbang” tentu para editor akan
pernah mengalami sentimen-sentimen penerbitan yang memerlukan keputusan
editorial. Rekan saya, Deddi Alfiandri Alison menyebutnya sebagai the untold
story of book publishing. Terkadang ada naskah yang sama sekali tidak layak
untuk diterbitkan, tetapi dipaksakan harus terbit dengan kepentingan tertentu
sehingga para editor senior pun berjibaku menyiapkan strategi comprehensive
editing demi “memaksakan” naskah tersebut menjadi layak. Di sini para editor
akan menggunakan berbagai cara, termasuk merekrut para ghost writer maupun
co-writer untuk menulis ulang naskah. Dalam beberapa kasus, malah sang
editorlah yang harus berjuang menulis ulang naskah yang tidak layak tadi.
Comprehensive
editing memang melihat kepentingan yang lebih luas. Intervensi editorial pun
dilakukan misalnya mengganti kover sebuah buku meskipun kover tersebut sudah
tercetak sekian ribu eksemplar demi menghindarkan keterpurukan context di
pasar. Ada pula intervensi editorial yang mengubah keseluruhan naskah dengan
hanya mempertahankan ide dasar dari penulis/pengarang–tentu atas persetujuan
penulis/pengarang agar buku dapat tampil sesuai dengan keinginan/kebutuhan
pembaca sasaran.
Memang
belum ada buku dalam bahasa Indonesia yang membahas dalam sekaligus tuntas tentang
substantive editing ini. Secara lebih sederhana substantive editing sering
digambarkan sebagai editing isi (content) yang harus dilakukan oleh seorang
editor ahli (experties). Namun, sebenarnya substantive editing jauh lebih luas
dari sekadar masalah content.
Kalau
sudah “berkubang” di dunia editing, terutama buku, ya jangan tanggung untuk
menguasai juga teknik editing tingkat lanjut ini. Semoga mencerahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar