Selasa, 31 Desember 2013

Memahami Substantive Editing



Oleh: Bambang Trim

25 April 2013

Untuk kali pertama Maret 2013 lalu saya mengisi kursus khusus materi Substantive Editing dan Rewriting bersama rekan saya, Deddi Alfiandri Alison. Sebenarnya substantive editing adalah materi spesifik yang ditujukan untuk para editor dengan jam terbang lebih dari 3 tahun atau merupakan tahapan editing tingkat lanjut.

Pada kenyataannya dalam aktivitas editorial penerbitan, editor tidak hanya menghadapi persoalan-persoalan teknis memperbaiki naskah agar sesuai dengan kaidah kebahasaan dan gaya selingkunga penerbitan. Di luar masalah itu ada hal-hal lain yang lebih kompleks menyangkut content, context, dan sentimen (meminjam istilah yang digunakan Mas Deddi di dalam modulnya. Soal yang terakhir, “sentimen” adalah soal-soal khas yang terkadang harus dihadapi para editor dengan keputusan editorial, baik itu sentimen positif maupun sentimen negatif).

Substantive editing sebenarnya terdiri atas tiga bagian dengan sebutan dan sektor editorial yang berbeda, yaitu structural editing, developmental editing, dan comprehensive editing. Di dalamnya terdapat keputusan-keputusan editorial strategis sehingga pelaku dari substantive editing ini kerap dilakoni (dalam struktur jabatan) para managing editor, senior editor, bahkan chief editor.

Structural Editing. Editing jenis ini dilakukan pada saat-saat awal naskah diterima penerbit. Editor dapat menyarankan atau melakukan perubahan outline penulisan kepada penulis, termasuk sudut pandang dan gaya penulisan. Editor mengambil keputusan pengubahan didasarkan pada kepentingan pembaca sasaran, kepentingan pasar, ataupun menjaga reputasi penerbit. Editor yang memberi keputusan structural editing tentulah juga sudah sangat paham tentang berbagai teknik penulisan serta mengetahui tren penulisan terkini.


Developmental Editing. Editing jenis ini dilakukan pada saat naskah sudah masuk proses editorial yaitu copy editing. Sang editor akan memikirkan bagaimana naskah disajikan, termasuk spesifikasi penerbitan. Editor akan mencoba menyesuaikan kepatutan penampilan (context) buku dengan budget yang disediakan serta harga akhir ketika buku diluncurkan ke pasar. Semuanya dipertimbangkan dengan matang. Editor pada sektor ini memang harus memahami desktop publishing (DTP), tipografi, dan desain komunikasi visual. Ia pun memiliki wawasan yang memadai tentang produksi buku.

Comprehensive Editing. Editing jenis dilakukan dengan melihat keseluruhan proses editorial dari awal hingga akhir. Bahkan, keputusan editorial pada editing tahap ini diperlukan saat injure time naskah naik cetak atau pada saat buku sudah tercetak dan belum tersebar. Comprehensive editing sering menyangkut “sentimen” penerbitan misalnya menghentikan proses editing atau membatalkan penerbitan buku disebabkan beberapa hal. Beberapa hal itu bisa terkait masalah sensitif yang berbahaya bagi penerbitan atau bisa juga terkait masalah pasar, termasuk hal-hal lain yang terkadang terkesan off the record.

Sebagai editor dengan pengalaman di atas 3 tahun “jam terbang” tentu para editor akan pernah mengalami sentimen-sentimen penerbitan yang memerlukan keputusan editorial. Rekan saya, Deddi Alfiandri Alison menyebutnya sebagai the untold story of book publishing. Terkadang ada naskah yang sama sekali tidak layak untuk diterbitkan, tetapi dipaksakan harus terbit dengan kepentingan tertentu sehingga para editor senior pun berjibaku menyiapkan strategi comprehensive editing demi “memaksakan” naskah tersebut menjadi layak. Di sini para editor akan menggunakan berbagai cara, termasuk merekrut para ghost writer maupun co-writer untuk menulis ulang naskah. Dalam beberapa kasus, malah sang editorlah yang harus berjuang menulis ulang naskah yang tidak layak tadi.

Comprehensive editing memang melihat kepentingan yang lebih luas. Intervensi editorial pun dilakukan misalnya mengganti kover sebuah buku meskipun kover tersebut sudah tercetak sekian ribu eksemplar demi menghindarkan keterpurukan context di pasar. Ada pula intervensi editorial yang mengubah keseluruhan naskah dengan hanya mempertahankan ide dasar dari penulis/pengarang–tentu atas persetujuan penulis/pengarang agar buku dapat tampil sesuai dengan keinginan/kebutuhan pembaca sasaran.

Memang belum ada buku dalam bahasa Indonesia yang membahas dalam sekaligus tuntas tentang substantive editing ini. Secara lebih sederhana substantive editing sering digambarkan sebagai editing isi (content) yang harus dilakukan oleh seorang editor ahli (experties). Namun, sebenarnya substantive editing jauh lebih luas dari sekadar masalah content.

Kalau sudah “berkubang” di dunia editing, terutama buku, ya jangan tanggung untuk menguasai juga teknik editing tingkat lanjut ini. Semoga mencerahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar