Oleh
Bambang Trim (Praktisi Perbukuan, menjadi editor buku sejak 1995)
3
Juni 2013
Makin
lama, makin banyak kekacauan bahasa yang dapat kita temukan di dalam buku-buku.
Ke mana gerangan para editor buku? Justru itu yang mengherankan karena
terang-terangan buku tersebut mencantumkan juga nama editor pada halaman hak
cipta buku tersebut. Namun, ternyata bahasa buku masihlah kacau, tidak pula
baik dan tidak pula benar.
E.
Zaenal Arifin dan Farid Hadi dalam bukunya yang praktis, 1001 Kesalahan
Berbahasa Indonesia menyebutkan perbedaan antara bahasa yang baik dan bahasa
yang benar. Bahasa Indonesia yang baik ialah bahasa Indonesia yang digunakan
sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku, seperti dalam situasi akrab
obrolan di warung kopi, pasar, atau tempat arisan.
Tentulah
dalam sebuah dialog di warung kopi ketika kita menulis cerpen tidak dapat
menggunakan bahasa seperti ini.
Fuad
: “Siapa pemilik rumah gedung itu?”
Andi
: “Ada apa gerangan kau bertanya seperti itu?”
Fuad
: “Sebenarnya aku hanya ingin tahu saja. Aku sangat tertarik dengan arsitektur
rumah itu….”
Andi
: “Mengapa tidak kau tanyakan saja langsung kepada si pemilik rumah. Siapa tahu
ia bersedia menerimamu dan berkenalan.”
Ya,
bahasa dalam dialog tersebut agak kaku sebagai bahasa obrolan. Banyak penulis
terkadang terjebak menuliskan dialog semisal itu di dalam karya fiksi.
Bagaimana
dengan bahasa yang benar? Bahasa Indonesia yang benar ialah bahasa Indonesia
yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah pembentukan kata, penyusunan
kalimat, penyusunan paragraf, dan penataan penalaran. Jadi, sebuah bahasa tulis
di dalam buku dinyatakan benar jika menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang standar.
Dalam
buku nonfiksi, tentulah kaidah ini harus dijunjung tinggi. Pak Jus Badudu
pernah memberikan pendapat bahwa penerapan kaidah bahasa yang benar bukan
berarti membuat kaku sebuah tulisan. Karena itu, memang tidak ada alasan bahwa
bahasa buku yang baik dan benar akan terkesan kaku dan harus diabaikan.
Perhatikan
contoh berikut.
Waktu
pun terus berlalu, dan pada pertengahan 2000, di sebuah ruang Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Dr. Karyadi, Semarang, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan
seorang pasien wanita tua yang terkulai
lemas tak berdaya karena penyakit akutnya.
Pertanyaannya:
Siapa yang dikejutkan oleh kedatangan pasien wanita tua itu? Dalam hal ini
terdapat kelemahan penalaran bahasa.
Perhatikan
contoh lain.
Pada
bab hasil dan pembahasan ini lebih mengutamakan penjelasan hasil data dan
informasi yang telah dipilih, kemudian menganalisisnya secara sistematis,
terperinci dan kritis sesuai dengan kerangka pemikiran penulis dengan
menggunakan metoda analisis yang telah ditentukan sebelumnya, dan selanjutnya
menginterpretasikannya.
Kalimat
kedua yang bercetak miring tersebut selain rancu, juga terlalu panjang untuk
memenuhi syarat keterbacaan sebuah kalimat. Berdasarkan hasil sebuah riset yang
dilakukan American Press Institute tentang kalimat, kalimat dengan kata
sebanyak 17 adalah yang paling standar dapat dipahami. Lebih dari 17 kata dalam
satu kalimat semakin membuat pembacanya tidak memahami.
Kalimat
tersebut dapat diedit seperti ini.
Bab
hasil dan pembahasan ini lebih mengutamakan penjelasan hasil data serta
informasi yang telah dipilih. Data dan informasi terpilih itu dianalisis secara
sistematis, terperinci, serta kritis sesuai dengan kerangka pemikiran penulis
dengan menggunakan metode analisis yang telah telah ditetapkan sebelumnya. Penulis
lalu dapat menginterpretasikannya.
Kalimat
tersebut dipecah menjadi tiga kalimat dalam satu paragraf. Ada kata-kata yang
dihilangkan, diganti, dan juga sebaliknya ditambahkan. Pada contoh pertama satu
kalimat terdiri atas 39 kata, sedangkan contoh kedua tiga kalimat terdiri atas
44 kata. Lebih banyak menggunakan kata, tetapi lebih efektif dalam memberikan
pemahaman kepada pembaca dalam satu paragraf.
Editor
dalam hal ini kedudukannya memang harus melakukan total editing. Ia tidak hanya
mengedit kata nonbaku menjadi kata baku, tetapi juga mengedit bentukan kata,
struktur kalimat, serta nalar di dalam kalimat. Terkadang ia pun harus turut
memperhatikan aspek-aspek substantif, seperti legalitas, kesopanan, dan juga
data/fakta dalam tulisan. Namun, bahasa
tidak boleh diabaikan sebagai pengantar makna yang membuat pembaca paham
maksud penulis.
Mau
contoh lain? Perhatikan yang berikut ini.
Ikan
hidup di suatu wilayah tertentu, misalnya apakah di daerah tropis atau
subtropis, bahkan di daerah dingin. Secara alami ikan terdapat di alam sesuai
tempat ia hidup, misalnya ikan-ikan dari suku cichlidae terdapat di Amerika
Tengah, Amerika Selatan dan Afrika. Tidak ada yang hidup di Asean. Tetapi,
terdapat juga ikan yang diintroduksi dan berkembang pesat di hampir semua
negara, misalnya ikan mujair, nila, dan ikan mas. Ikan mas yang berasal dari
daerah Cina dan daerah sekitar Asia Tengah sekarang telah berkembang di hampir
semua negara termasuk Indonesia.
Dapatkah
Anda melihat beberapa kesalahan di dalam paragraf tersebut? Kalimat di dalam
paragraf tersebut dapat diedit seperti ini.
Ikan
hidup di suatu wilayah tertentu, apakah di daerah tropis atau subtropis, bahkan
di daerah dingin. Secara alami ikan terdapat di alam sesuai dengan tempat
hidupnya, misalnya ikan-ikan dari suku Cichlidae terdapat di Amerika Tengah,
Amerika Selatan, dan Afrika. Jenis ikan tersebut tidak ditemukan di daerah Asia
Tenggara. Namun, dapat pula beberapa jenis ikan diintroduksi dan berkembang
pesat di hampir semua negara, contohnya ikan mujair, ikan nila, dan ikan mas.
Ikan mas yang berasal dari Cina dan daerah sekitar Asia Tengah sekarang telah
berkembang di hampir semua negara, termasuk Indonesia.
Dalam
pandangan saya terjadinya kekacauan berbahasa dalam buku disebabkan banyak
editor yang memang lemah menguasai penggunaan bahasa Indonesia, tetapi dianggap
kuat dalam melakukan editing isi (konten) sesuai dengan latar belakang
pendidikan atau bidang keahliannya. Karena itu, sempat mengemuka juga rencana
melakukan sertifikasi editor Indonesia dengan mengacu pada standar kompetensi
tertentu, terutama dalam berbahasa.
Ayo,
editor buku Indonesia kembali membuka-buka buku tentang penerapan bahasa
Indonesia dalam penulisan atau mengakses informasi dari Badan Bahasa. Tentu
perlulah bagi kita mengambil waktu sejenak untuk mempelajari kembali bahasa
Indonesia yang baik dan benar, terutama bahasa Indonesia baku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar