Jurnalisme;
”Newsroom” Baru Hadapi Media Sosial
Oleh:
Yuni Ikawati
12
Desember 2013
POLA
pengelolaan data dan informasi pada newsroom kini mulai berubah untuk
mengimbangi media sosial. Untuk itu diterapkan konsep Data-Driven Journalism
yang menyajikan paket berita multimedia secara cepat, efisien, dan murah.
Konvergensi
media yang diwujudkan dalam newsroom diperkenalkan 11 tahun lalu oleh World
Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA). Fasilitas yang
disebut Newsplex ini dibuka di Universitas South Carolina, Amerika Serikat,
November 2002. Ide yang disebut newsroom konvergen ini untuk mendukung industri
pemberitaan.
Namun,
konsep ini sesungguhnya telah digagas tahun 1990-an ketika terjadi perpaduan
media dengan teknologi multimedia. Dengan teknologi ini berbagai informasi
dalam bentuk teks, audio, dan visual dapat dipertukarkan untuk penyiaran media
cetak, elektronik (audio dan video), serta online. Dengan fasilitas ini
jurnalis juga dapat menggabungkan dan mendiseminasikan informasi pada beragam
platform ke sistem operasi berbasis web.
Lebih
cepat dan efisien
Pengelolaan
terpusat ini memungkinkan proses pengolahan dan penyampaian berita pada sistem
multimedia berlangsung lebih cepat, efisien, dan efektif dibandingkan dengan
proses pengelolaan media cetak dan elektronik yang dijalankan secara terpisah.
Pengolahan
data dan informasi di newsroom kemudian terus dikembangkan dengan berbagai
platform dan peranti lunak baru untuk menaikkan nilai tambah informasi itu. Hal
ini diperkenalkan dalam workshop jurnalis di Newsplex Asia Singapura pada 19-21
November 2013 yang diselenggarakan Asia Pacific Resources International Limited
(APRIL)/Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Workshop ini bertema ”Konvergensi
Berita sebagai Keterampilan Jurnalis Masa Kini”.
Newsplex
Asia tepatnya berada di Wee Kim Wee School of Communication and Information,
Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Fasilitas ini dibuka 6
Oktober 2012 melalui kemitraan NTU dengan WAN-IFRA.
Newsplex
Asia merupakan fasilitas pelatihan newsroom yang ketiga di dunia dan yang
pertama di Asia. Pelatihan di pusat ini difokuskan pada konvergensi media
jurnalisme serta pengembangan dan penerapan strategi newsroom terpadu.
Data
yang digunakan di Newsplex bersumber dari jaringan internasional milik WAN-IFRA
yang terdiri dari lebih dari 18.000 publikasi, 15.000 situs online, dan lebih
dari 3.000 perusahaan di lebih dari 120 negara.
Pengaruh
media sosial
Bagi
jurnalis, selain sumber berita berbayar, ada beberapa situs web yang gratis di
internet, seperti Google, dan memanfaatkan media sosial seperti Facebook,
Twitter, dan Youtube. Lau Joon Nie, Asisten Direktur Newsplex Asia, pada
workshop tersebut menjelaskan tentang penggunaan perkakas penelusuran langsung
(online search tools) dan media sosial itu.
Di
antara jaringan situs web sosial di dunia, Facebook merupakan yang terbanyak
penggunanya, yaitu mencapai 60,1 persen, diikuti Youtube (22,9 persen), dan
Twitter (1,86 persen). Indonesia yang memiliki pengguna jaringan sosial sebanyak
48 juta orang berada di peringkat ketiga setelah China (598 juta) dan India (68
juta). Untuk Facebook saja, menurut data Januari 2013, Indonesia berada di
peringkat ketiga setelah Brasil dan India. Jumlahnya mengalami kenaikan 2,37
persen per tahun.
”Keberadaan
media sosial ini merupakan tantangan bagi industri media massa,” ujar Wilson
Peng, Asisten Profesor di Wee Kim Wee School of Communication and Information
NTU Singapura.
Saat
ini penyampaian informasi lewat Twitter lebih cepat dibandingkan dengan media
cetak, bahkan dengan kantor berita atau media online. ”Namun, jurnalis dapat
menyaingi karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan komunitas di media
sosial, yaitu pada kemampuan analisis dan mengonvergensi berita, baik teks,
foto, audio, maupun video,” ujar Wilson Peng.
Jurnalistik
naratif
Sementara
itu, Lau yang pernah menjadi editor di Channel NewsAsia, SBC News, dan TCS News
mengatakan, selain harus mampu menyatukan platform cetak, radio, TV, dan
online, para editor hendaknya mengembangkan jurnalistik naratif sehingga
tampilan dari tiap media tersebut dapat saling melengkapi dalam satu uraian
berita atau cerita.
Agar
dapat terus berkiprah dalam era web, jurnalis media tradisional harus
beradaptasi dengan menggunakan internet sebagai outlet kedua dan menggunakan
hyperlink yang menyediakan informasi pendukung.
Dalam
pencarian sumber berita, Lau berpendapat, Google, yang terbanyak diakses di
dunia, dapat membantu karena di dalamnya ada beberapa fitur seperti Advanced
Search, Hangouts, Trends, dan Translate yang dapat digunakan untuk melengkapi
dan memperkaya berita.
Media
sosial seperti Facebook dan Twitter dapat membantu mendistribusikan konten,
menggalang pelanggan, dan sebagai sarana pengumpulan isu berita. Selain itu,
ada fitur terbaru seperti Google+, Hangouts, dan Social Graph di Facebook dan
implikasinya perlu juga dipantau.
Untuk
dapat bersaing dengan media sosial, menurut Wilson, para jurnalis perlu
menerapkan konsep Data-Driven Journalism atau jurnalisme berbasis data. Hal ini
didukung terjadinya ledakan data dan informasi baik yang berasal dari
pemerintah, termasuk dari media sosial.
”Dengan
melakukan penyaringan data, analisis, dan visualisasi data, informasi yang
disajikan untuk publik akan lebih komprehensif dan mudah dipahami,” ujarnya.
Sumber
data diperoleh dari survei, data sumber terbuka, dan data dari media sosial.
Penyaringan diperlukan karena data tak terstruktur dan kualitasnya beragam.
Visualisasi bertujuan untuk memperkaya isi berita, menjelaskan suatu proses,
menampilkan pola, dan menjelaskan lokasi.
Visualisasi
terdiri atas ilustrasi pendukung berupa infografis yang variatif yang terdiri
dari tabel, grafis skala, geografis, dan sketsa. Peranti lunak aplikasi untuk
visualisasi data dapat diperoleh di web secara gratis. Ada 10 perkakas yang
dapat menolong jurnalis bekerja lebih baik dan efisien, di antaranya adalah
Google Spreadsheet Timetric dan IBM Many Eyes yang menampilkan grafik
statistik, waktu, semantik, teks, dan jaringan.
Sementara
itu, untuk menunjukkan lokasi atau letak dapat menggunakan Google Earth, Google
Maps, dan Zeemaps. Untuk visualisasi menggunakan Gerphi (https://gerphi.org),
iCharts, Wolfram Alpha, Visualize Free, dan Data Wrangler.
”Lewat
pemaparan berita atau tulisan berbasis data dan visualisasi inilah media cetak
bisa bersaing dengan media sosial,’’ ujar Wilson.
Wilson
memperkirakan, dalam satu dasawarsa mendatang hingga tahun 2020 diprediksi akan
muncul Big-Data Journalism dan Open-source Journalism.
Begitulah
prediksinya….
Sumber:
Kompas, 12 Desember 2013
Dari:
http://rumahpengetahuan.web.id/jurnalisme-newsroom-baru-hadapi-media-sosial/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar