Sabtu, 04 Januari 2014

Puncak dari Ilmu Pasti adalah Tidak Pasti



Ilmu waktu

Ada satu garis potong ketika kita dijajah Belanda. Jawa kuno kemampuan literaturnya luar biasa, tulisannya sangat banyak sangat lengkap dan sangat teliti. Ketika Indonesia dijajah Belanda tulisan-tulisan tersebut ditulis ulang oleh Belanda dan diterjemahkan ke bahasa Belanda. Banyak tulisan Belanda yang mendokumentasikan pencapaian-pencapaian Jawa. Kemudian ketika Indonesia merdeka tiba-tiba semua itu diputus, tidak boleh menggunakan bahasa Belanda. Sehingga kita sekarang dalam kondisi di mana mau mundur sedikit tidak paham bahasa Belanda, mundur agak jauh tidak paham bahasa Jawa.

Ilmu waktu tidak hanya ada di Jawa, tapi juga ada di Mesir, Arab, dan India. Jawa sudah memiliki metode untuk melihat masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ilmu waktu Jawa dapat diyakini berasal dari penelitian. Sampai ilmu maling, santet, semua ada kamusnya. Tentang pemilihan hari baik. Itu semua adalah metode. Masalah validitas itu hubungannya sama Tuhan dan kenyataan yang terjadi. Dan, ini adalah sebuah pengetahuan tentang waktu yang sampai sekarang belum bisa dijelaskan oleh sains. Pengetahuan sains tentang waktu sangat minim. Sains belum dapat menjelaskan waktu itu apa, juga tentang proses dan mekanismenya. Sains hanya memahami waktu sebagai waktu, bahwa dia relatif terhadap relativitas. Tapi tentang adanya perbedaan waktu yang dapat membuka pintu kemungkinan-kemungkinan akses belum dapat dikuasai oleh sains. Dalam ilmu waktu Jawa, kita paham fenomenanya tapi belum ada penjelasannya. Waktu sangat rumit untuk dijelaskan karena waktu itu benar-benar sebuah ilusi perpindahan kesadaran. Karena dari awal kita menyadari waktu seperti itu sehingga kita hanya tahu ada masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Gambaran sederhana tentang waktu sama seperti ketika kita menonton bioskop. Di situ gambar seperti berjalan, tapi hakikatnya adalah diam. Karena satu detik ada 25 frame atau gambar sehingga kelihatan seperti bergerak atau berjalan. Sebenarnya klise tidak berubah, yang berubah adalah apa yang disorot oleh cahaya sehingga menghasilkan ilusi. Implementasinya, bahwa semua kenyataan sudah diprogram dan sudah ditulis. Pilihan mana yang akan dicahayai adalah pilihan kesadaranmu dalam memilih realitas mana untuk detik berikutnya.

Jumat, 03 Januari 2014

Apa Itu Frasa? Apa Saja Jenis Frasa?



Pengertian Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut Ramlan (1987:151), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Adapun Verhaar (1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Contohnya adalah frasa-frasa dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat (1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan.

Jenis Frasa

Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria berikut: (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstitun ini, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris. Berdasarkan kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua yaitu frasa dasar dan frasa turunan. Sementara itu, dilihat dari segi maknanya, frasa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu frasa lugas dan frasa idiomatis.

1. Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti. Berdasarkan kesetaraan dan hubungan antarkonstituen intinya frasa endosentris dibedakan menjadi tiga, yaitu frasa endosentris atributif, frasa endosentris koordinatif, dan frasa endosentris yang apostif (Chaer, 1994:225-229).

Frasa Dasar dan Turunan



Frasa dasar ialah frasa yang konstituen pembentuknya sederhana, yaitu apabila berkonstruksi endosentris atributif atau eksosentris, frasa tersebut hanya terdiri atas dua patah kata; misalnya buku sintaksis, bahasa Indonesia. Adapun apabila berkonstruksi endosentris koordinatif dapat terdiri atas dua, tiga, atau lebih dari tiga kata; misalnya: dosen, mahasiswa, dan karyawan.

Adapun frasa dikatakan sebagai frasa turunan jika frasa tersebut sudah mengalami penurunan yang disebabkan adanya penambahan kata atau frasa lain dalam frasa tersebut. Misalnya: spidol dan kapur tulis. Kalimat tersebut terdapat dua frasa yaitu frasa kapur tulis (frasa endosentris atributif nominal), dan frasa spidol dan kapur tulis (frasa endosentris koordinatif).

Frasa Lugas dan Idiomatis



31 Desember 2013

Berdasarkan makna konstituen leksikal pembentuknya, frasa dapat dibedakan menjadi frasa lugas dan frasa idiomatis. Frasa lugas adalah frasa yang maknanya masih lugas sebagaimana konstituen leksikal pembentuknya.

Sementara itu, frasa idiomatis adalah frasa yang membentuk idiom tertentu sehingga maknanya pun bersifat idiomatis, artinya makna yang terbentuk tidak bisa diuraikan berdasarkan konstituen-konstituen leksikal pembentuknya.

Misalnya: (1) Kambing hitam itu milik siapa? (2) Jangan suka mengambinghitamkan orang lain. Konstruksi kambing hitam pada kalimat (1) merupakan frasa lugas yang bermakna kambing yang berbulu hitam, sedangkan pada kalimat (2) kambing hitam merupakan frasa idiomatic yang berarti menuduh orang lain melakukan kesalahan.

Sumber: http://hestunodya.blogspot.com/

Kamis, 02 Januari 2014

Jurnalisme; ”Newsroom” Baru Hadapi Media Sosial



Jurnalisme; ”Newsroom” Baru Hadapi Media Sosial

Oleh: Yuni Ikawati

12 Desember 2013

POLA pengelolaan data dan informasi pada newsroom kini mulai berubah untuk mengimbangi media sosial. Untuk itu diterapkan konsep Data-Driven Journalism yang menyajikan paket berita multimedia secara cepat, efisien, dan murah.

Konvergensi media yang diwujudkan dalam newsroom diperkenalkan 11 tahun lalu oleh World Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA). Fasilitas yang disebut Newsplex ini dibuka di Universitas South Carolina, Amerika Serikat, November 2002. Ide yang disebut newsroom konvergen ini untuk mendukung industri pemberitaan.

Namun, konsep ini sesungguhnya telah digagas tahun 1990-an ketika terjadi perpaduan media dengan teknologi multimedia. Dengan teknologi ini berbagai informasi dalam bentuk teks, audio, dan visual dapat dipertukarkan untuk penyiaran media cetak, elektronik (audio dan video), serta online. Dengan fasilitas ini jurnalis juga dapat menggabungkan dan mendiseminasikan informasi pada beragam platform ke sistem operasi berbasis web.

Lebih cepat dan efisien

Pengelolaan terpusat ini memungkinkan proses pengolahan dan penyampaian berita pada sistem multimedia berlangsung lebih cepat, efisien, dan efektif dibandingkan dengan proses pengelolaan media cetak dan elektronik yang dijalankan secara terpisah.

Pengolahan data dan informasi di newsroom kemudian terus dikembangkan dengan berbagai platform dan peranti lunak baru untuk menaikkan nilai tambah informasi itu. Hal ini diperkenalkan dalam workshop jurnalis di Newsplex Asia Singapura pada 19-21 November 2013 yang diselenggarakan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL)/Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Workshop ini bertema ”Konvergensi Berita sebagai Keterampilan Jurnalis Masa Kini”.

Penjual Nasi Kucing di Jogja dan Masalah Para Editor Surat Kabar



25 Desember 2013

Nasi kucing dijual. Juga suasana.

Isi dan kemasan. Keduanya adalah komoditas.

Konsumen Indonesia pada umumnya: penting kemasan dari isi.

Fashion duluan function belakangan.

Di surat kabar, content penting desain juga penting.

Bahkan, menurut saya: Content yang buruk tapi dikemas dengan baik memiliki level keterbacaan yang tinggi ketimbang sebaliknya.

Paradoksnya: sebagian besar waktu para editor habis untuk menangani content. Sedikit sekali waktu yang tersisa untuk desain.

Sumber: http://www.dahlandahi.com/2013/12/penjual-nasi-kucing-di-jogja-dan.html

Nukman Luthfie, Bapak Sosial Media Indonesia



Menjadi seseorang yang ikut masuk dalam pertumbuhan internet di Indonesia, menjadikan beliau mampu menangkap banyak hal positif yang bisa digali dari dunia maya tersebut. Sudah tidak terhitung lagi nampaknya rekam jejak pengalamannya dalam bisnis kreatif mulai dari digital marketing, social media, hingga online business strategies yang lahir dari tangan dinginnya. Ialah Nukman Luthfie, seorang neterpreneur sukses bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu pengusaha dalam bidang internet marketing terbaik yang ada di Indonesia.

Dimulai dari Nuklir

Mungkin akan menjadi hal yang cukup mengejutkan jika mengetahui bahwa seseorang yang sukses dalam dunia digital marketing seperti Nukman Luthfie sebenarnya mempunyai background pendidikan dari dunia teknik nuklir. Namun itulah kenyataannya, Nukman adalah seorang sarjana teknik nuklir lulusan dari Universitas Gajah Mada. Ia lulus dari almamaternya tersebut pada tahun 1990.

Jika ditarik ke belakang, sebenarnya, ia telah menyukai bidang sains dan teknologi sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu yang ada dalam fikirannya hanyalah membaca dan membaca. Mendapatkan ilmu pengetahuan tentang sains sebanyak-banyaknya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengambil jurusan teknik nuklir yang pada waktu itu merupakan jurusan yang paling pas dengan keinginannya.

Di jurusan tersebut, ia tergolong mahasiswa yang aktif. Tidak sedikit pula jurnal ilmiah populer yang ia tulis semasa di bangku kuliah. Hal tersebut jugalah yang mengantarkan dirinya masuk ke dunia baru, dunia jurnalistik.